Senin, Desember 15, 2008

Memberi Perintah Kepada Allah

Pada saat saya mengikuti kuliah online yang di selenggarakan oleh wisata hati (Ust. Yusuf Mansyur) hati saya sangat tergugah membaca materi ini.....
begini ceritanya................!!!!!!
Dalam satu dialog pengajian rutin oleh pemateri, ada yang bertanya kepada seorang ustadz bahwa tanpa sadar kita sering memberi perintah kepada Allah.
“Tahu ga Ustadz, perintah apa tuh kira-kira?”
Ustadz memilih diam. Menikmati nasihat pemateri yang sedang datang ke dirinya. Sejak awal bicara, ustadz memilih belajar saja. 
“Perintah yang dimaksud, perintah tunggu…”katanya melanjutkan.
Pembicaraan saat itu sedang membicarakan shalat tepat waktu. Ustadz langsung merespon membenarkan.
“Iya juga. Perintah tunggu ya?”
Coba aja lihat, kata orang ini. Ketika Allah memanggil, lewat muadzin, kita masih asyik dengan dunia kita. Tidak sadar bahwa Allah sudah memanggil kita untuk sujud dan ruku’ menghadap-Nya. Sebagian lagi mendengar, tapi tidak bergerak. Sebagiannya malah tidak bisa lagi mendengar. Tertutup oleh kesibukannya bekerja, berusaha dan mencari dunia. Bener. Rupanya kita ini memberi satu pengkodean terhadap Allah, di hampir di setiap 5 waktu shalat. Yaitu pengkodean perintah “TUNGGU”. Luar biasa. Jadilah Allah “Menunggu” kita. Sungguh tidak ada pantas-pantasnya. Masa Allah disuruh menunggu kita, iya ga?

Apa yang terjadi dengan diri Anda ketika Anda mendengar Adzan? Apakah langsung bergegas memenuhi panggilan azan tersebut, lalu melaksanakan shalat? Atau biasa-biasa saja? Kalau Anda tidak segera bergegas menyambut seruan itu, maka ketahuilah kita termasuk yang berkategori memberi perintah kepada Allah. Yaitu perintah “tunggu” tersebut.

Perintah “tunggu” kepada Allah ini berarti: # Tunggu ya, saya sedang melayani pelanggan. # Tunggu ya, saya sedang nyetir. # Tunggu ya, saya sedang menerima tamu. # Tunggu ya, saya sedang nemani klien. # Tunggu ya, saya sedang rapat. # Tunggu ya, saya sedang dagang nih. # Tunggu ya, saya sedang belanja. # Tunggu ya saya sedang belajar. # Tunggu ya saya sedang ngajar. # Tunggu ya saya sedang merokok. # Tunggu ya, saya sedang di tol. # Tunggu ya, saya sedang dalam terburu-buru. # Tunggu ya saya sedang tidur. # Tunggu ya, saya sedang bekerja. Dan seterusnya.

Coba aja berkaca kepada diri sendiri, dan kebiasaan ketika menghadapi waktu shalat. Perintah tunggu inilah yang kita berikan kepada Allah. Adzan berkumandang… Allahu akbar, Allahu akbar… Bukannya kita bergegas menyambut seruan itu, malah Allah kita suruh menunggu…

Kita ini, manusia, makhluk ciptaan Allah. Diciptakan dari saripati tanah. Kita ada, lantaran ada hubungan yang diizinkan Allah dari hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian terjadilah kita. Ya, dari sperma, kita menjadi manusia. Makanya Allah menyindir di surah Yaasiin ayat ke-77, bagaimana mungkin manusia yang diciptakan dari saripati tanah lalu tiba-tiba menjadi pembangkang? Menjadi pendurhaka kepada Allah?

Tapi ya begitulah. Kita ini emang manusia yang ga tahu diuntung dan ga tahu diri. Kita ga kenal siapa kita. Lihat saja, berani-beraninya kita “memerintah” Allah untuk menunggu kita. Iya kan?

Sedangkan, saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, seorang kopral, ga boleh dia memerintah sersan. Sersan, ga boleh memerintah kapten. Mayor, tidak bisa memerintah Jenderal, dan seterusnya. Hirarki itu, terjadi. Bahkan, seorang polisi yang berdiri di pinggir jalan, lalu lewat mobil jenderal, lalu dia tidak mengangkat tangan tanda hormat, maka secara kesatuan, ini akan jadi masalah buat dia. Nah, sekarang, tanya, siapa kita, dan siapa juga Allah? Terlalu amat sangat jauuuuuuhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh hirarki kedudukannya. Lah, bagaimana mungkin kemudian kita membiarkan Allah menunggu kita, atau kita memberikan perintah tunggu kepada-Nya, untuk menunggu kita?

Astaghfirullah…………………

Insya Allah orang bisa rada selamet soal shalat, ketika bisa berpikir begini, “Jangan sampe Allah menunggu saya. Kalo bisa, saya yang menyambut Allah. Sebab ga ada pantes-pantesnya. Masa Raja Diraja, Pemberi Karunia, yang dirindukan pertolongan-Nya dan bantuan-Nya, yang dinikmati rizki-Nya, lalu jadi yang menunggu saya? Emangnya, siapa saya?”.

--------------------------ooo000ooo---------------------------

Likulli syai-in baabun. Wa baabut taqorrub ilallaahi, ash-sholaah;
segala sesuatu ada pintunya. Dan pintu supaya bisa mendekatkan diri kepada Allah itu adalah shalat.



2 komentar:

  1. Asswrwb Dek,
    hmm..tulisannya bagus...
    syukron ya..
    kakak jadi sadar, siapa sich eka sartikawati itu.

    Wassalam wrwb

    BalasHapus